Rabu, 11 Desember 2013

Dark Places by Gillian Flynn



"It was miserable, wet bone March and I was lying in bed thinking about killing myself, a hobby of mine."

Libby Day memang tampak seperti seorang wanita biasa; berumur 31 tahun, tidak menikah, tinggal sendiri di sebuah perumahan semi kumuh di daerah Kansas City, Missouri. Tubuhnya kecil, dengan rambut pirang yang menyembunyikan warna rambut aslinya yang merah (belakangan warna merah itu kembali menyembul dari pangkal akar rambutnya yang ia sebut sebagai sesuatu yang menyeramkan). Tidak ada yang salah dengan Libby Day. Kecuali satu: masa lalunya yang gelap, dimana ia sebagai anak kecil menyaksikan keluarganya meninggal dalam The Kinnakee Kansas Devil Massacre.

"I can never dwell in these thoughts. I've labeled the memories as if they were a particularly dangerous region: Dark Place."
Semua dimulai pada 3 Januari 1985, dimana Libby kecil yang waktu itu baru berumur 7 tahun, menemukan keluarganya habis dibantai. Kepala ibunya, Patty Day, ditembak beberapa kali, dengan badan nyaris terbelah dua dipotong kampak, dan beberapa luka dari sayatan pisau pemburu. Michelle, kakak perempuannya yang berumur 10 tahun, tewas dicekik. Sedangkan Debby, kakak keduanya, berumur 9 tahun, mati mengenaskan dengan luka bacokan dari kampak yang sama yang dipakai untuk membunuh ibunya. Libby sendiri selamat karena berhasil kabur melalui jendela kamar ibunya. Walaupun sempat pingsan di dalam hutan karena kedinginan, dirinya tidak mati - kecuali beberapa jari kakinya yang membeku dan terlepas. Yang aneh dalam kasus itu adalah: adanya pentagram (lambang sihir) yang dilukis di dinding dengan darah, seperti sebuah ritual pemujaan setan atau semacamnya.


"The walls were painted by blood: pentagrams and nasty words. C**ts. Satan. Everything was broken, ripped, destroyed."

Ben Day, si sulung, remaja berumur 15 tahun, kakak laki-laki - satu-satunya laki-laki di keluarga itu kecuali ayah mereka yang sudah lama pergi meninggalkan rumah - anehnya tidak menjadi korban dalam pembunuhan itu. Malahan, ia menjadi tersangka. Dugaan itu diperkuat dengan kelakuan Ben Day yang memang aneh pada hari sebelum kejadian. Pertengkaran Ben dengan ibunya, kasus yang menimpa Ben di sekolah, bahkan sekte perkumpulan setan yang diprediksi merupakan pemicu kegilaan itu. Belum lagi alat-alat yang dipakai dalam pembunuhan itu semuanya berasal dari rumah mereka yang memang merupakan tanah pertanian. Keadaan diperparah dengan kesaksian Libby kecil yang serta merta langsung menyatakan Ben sebagai pembunuhnya, dan menjebloskan Ben ke dalam penjara seumur hidup.

Tapi kini, setelah dua puluh empat tahun, keyakinan Libby terombang-ambing terutama sejak ia bertemu dengan para penggemar misteri, orang-orang dari Kill Club, menyusul terkuaknya bukti demi bukti baru (yang tak terpikirkan sebelumnya). Ia pun mulai meragukan ingatannya.

Benarkah Ben yang membunuh keluarganya? Jika bukan, siapa? Jika bukan, kenapa Ben tidak membantah selama dua puluh empat tahun ini?

***

Yap. Satu lagi buku Gillian Flynn yang membuat saya tidak bisa berhenti membaca, tidak bisa tidur, tidak bisa makan, tidak bisa kerja - okay, itu lebay. Setelah sebelumnya berkenalan dengan buku best sellernya yang berjudul Gone Girl gara-gara salah seorang teman kantor yang OMG benar-benar jago meyakinkan saya untuk membacanya. Selanjutnya bisa ditebak. Saya jadi fans Gillian Flynn. Untungnya dia baru mengeluarkan tiga buku, dan tiga-tiganya sekarang sudah saya miliki dan baca (hahaha - jumawa).

Kembali ke Dark Places. Berlatar belakang di sebuah rumah pertanian di Kansas City, Missouri, Dark Places benar-benar menggambarkan kegelapan yang sebenarnya. Ya, Dark Places dipenuhi oleh twist, oleh cerita yang lembar tiap lembarnya selalu mengungkap fakta baru, dan terus-terusan membuat kita yang "lah, si ini gini ternyata?" atau "oh..pantesan si ini begini" dan "Buset! Gue dibohongi!". FYI, kalimat yang terakhir ini yang sering buat gereget. Berbeda dengan penulis novel lain, yang memakai sudut pandang "aku" dalam novelnya, di novel ini kamu tidak bisa sepenuhnya mempercayai si "aku". Si aku seringkali licik. Dia kadang berbohong, dan kadang hanya memberitau kita setengah dari fakta yang ada hingga kita terkesiap di bab berikutnya.

"I'm a liar and a thief. Don't let me into your house, and if you do, don't leave me alone. I take things."

Yang menariknya lagi, buku ini ditulis dalam dua sudut pandang, dan tiga tokoh utama yang diceritakan. Bab satu tentang Libby Day yang sebagai "aku" di masa kini, kemudian bab dua tentang Patty Day, sebagai "dia" pada 2 Januari 1985 jam X, lalu bab tiga tentang Libby Day, kemudian bab empat tentang Ben Day sebagai "dia" pada 2 Januari 1985 jam X, terus Libby Day lagi, Patty Day, dan berulang seterusnya tiap pergantian bab. Tanggal 2 dan 3 Januari 1985 sebagai awal kejadian naas itu, diceritakan jam demi jam, sehingga tiap pergantian bab dari Libby ke Patty atau ke Ben, rasanya seperti kilas balik yang apik dalam mengungkap kronologis kejadian yang sebenarnya.

Kesannya, Libby di masa kini mencari dan menemukan fakta dan bukti, lalu bab berikutnya adalah flash back bahwa yang ditemukan Libby tuh benar atau salah, dan seterusnya. Pembaca dibuat penasaran dan terus menebak di tiap akhir bab, "siapa yang salah?" ,"siapa yang benar?", "si anu bohong 'gak ya?", dan sebagainya. Dan jangan berharap menemukan sosok protagonis baik-penyayang-penuh cinta di sini. Semua anggota keluarga Day tidak ada yang tidak punya cacat sifat. Terlebih lagi si ayah.

Runner broke into a grin, one cracked tooth leering over his bottom lip.
"Boy, people do not know s**t about what went on that night. It's hilarious."
"It's not hilarious. My mom is dead, my brother is in prison. Your kids are dead, Runner."
He cocked his head at that, stared up at a moon as curvy as a wrench.
"You're not dead," he said.

Saking jagonya si pengarang menceritakan kisahnya, di sini semua tokoh punya level "patut dicurigai" yang sama. Sulit untuk berhenti membaca tanpa menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Tambahan, kita benar-benar harus teliti membaca buku itu karena setiap perkataan - setiap kejadian yang kelihatan tidak penting - merupakan kunci atau petunjuk terkuaknya "siapa" dan "kenapa" dan "apa" yang sebenarnya terjadi.

***

Tidak ada yang tidak saya sukai dari buku ini. Well, mungkin satu, yaitu betapa seringnya pengarang menipu pembaca (kalau dipikir-pikir sebenarnya dia tidak menipu sih, cuma tidak membeberkan semua fakta secara utuh). Terakhir, untuk anda yang suka buku-buku thriller, suspense, apapun namanya tapi bukan horror (ada banyak penyebutan ritual Devil dan semacamnya, tapi tidak horror sama sekali. Semuanya logis) saya yakin anda akan menyukai Dark Places.

(all images are retrieved from Google).

2 komentar:

  1. Permisi, Mbak. Saya dari dulu udah kesana-kemari cari buku-bukunya Gillian Flynn tapi gak pernah dapet. Kira-kira beli bukunya dimana ya? Thanks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Anggia K. coba ke Periplus aja. Saya kemarin beli di Periplus. Atau coba ke Books & Beyond. :)

      Hapus

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa komen ya :)