Kamis, 12 Desember 2013

Rabithah Cinta by Afifah Afra


"Jika boleh memilih, aku ingin seorang suami yang berprofesi sebagai petani." Kalimat itu sering kali terucap dari bibirnya.
"Kenapa mesti petani?" tanya seorang kawan.
"Karena, aku mencintai alam."
Bukan. Kisah ini bukan menceritakan tentang seorang wanita yang menikah dengan petani sebenarnya. Ini adalah sebuah metafor. Penggambaran indah dari sebuah filosofi petani, tentang kesabaran, kesetiaan dan pengorbanan cinta yang dibalut keyakinan pada rahmat-Nya, dalam pergulatan hidup Syakilla dan Riyan suaminya, di bumi Papua.

Syakilla yang sejak kuliah sudah merintis karier mendirikan lembaga konsultasi pengembangan Sumber Daya Manusia bernama Smart ini, tak pernah menyangka bahwa kata-kata suaminya di malam pertama mereka menikah, Dokter Riyan, suatu hari benar-benar menjadi kenyataan. Ya. Riyan benar-benar mengajaknya ke Papua. Tidak ada excuse sama sekali! Tidak lagi setelah Riyan bersabar selama empat tahun lamanya, dimana waktu itu Syakilla sedang jaya-jayanya dengan Smart, dan sedang giat-giatnya merajut mimpinya bersama teman-teman kampusnya sesama pendiri lembaga itu. Empat tahun lalu mungkin Syakilla bisa mengelak, dan Riyan mengalah. Tapi kali ini tidak lagi. Keputusan Riyan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. 


"Jadi, Smart memang sudah tidak terlalu membutuhkan kamu, kan?"
"Maksud, Mas?" kening Syakilla berkerut.
Riyan terdiam sesaat, lalu mendesah dan membuang muka. "Maafkan Mas jika mengungkit kembali masalah ini. Tetapi.. ng, sebenarnya berat untuk mengucapkannya. Begini, Dik ... sepertinya waktu untuk kita bercocok tanam sudah seperti yang kita janjikan dulu, telah tiba."
"Maksud, Mas?"
"Kita akan pergi dari kota ini, Sayang!"
"Ke ... "
"Papua."
"Mas?" rahang Syakilla mendadak menegang.
Wamena, Papua (retrieved from Google).
Riyan memang sudah lama memendam mimpinya menjadi dokter di Papua, bahkan sejak ia belum diambil sumpah dokter. Ia prihatin betapa sulitnya tenaga medis dan fasilitas yang memadai diperoleh di bumi Papua, terutama pelosok-pelosoknya. Maka selanjutnya sudah bisa ditebak, sementara Syakilla masih tepekur dengan keadaan (dan kesulitan) dari betapa terpencilnya Wamena dibandingkan Semarang, Riyan asyik dengan kesibukannya melayani pasien-pasiennya! Padahal anak mereka, Zulfikar, masih balita dan Syakilla sedang hamil anak kedua. Riyan benar-benar dibutuhkan, karena mereka tinggal di daerah terpencil yang sulit kendaraan dan kekurangan dokter. Jarang sekali Riyan ada di rumah, dan parahnya ia lebih hapal keadaan pasiennya dibandingkan usia kehamilan istrinya sendiri!

Konflik demi konflik bermunculan, namun puncaknya adalah pada saat Riyan diculik - oleh para OPM, pejuang gerakan separatis - tepat saat Syakilla sedang berjuang di ambang maut melahirkan anak kedua mereka. Apa yang terjadi dengan Riyan di masa penyanderaan dirinya oleh OPM, dan bisakah Syakilla bertahan di tengah-tengah kerasnya hidup, dan menghilangnya Riyan? Masih sanggupkah mereka mempertahankan ladang kebaikan, garapan kehidupan mereka di sana?

***

Agak klise sebenarnya. Fiksi Islami, tanpa bermaksud menggeneralisir, pada umumnya memang menyajikan cerita seputar perjuangan dakwah, menampilkan tokoh-tokoh yang too good too be true, dan mengangkat kisah pernikahan serba indah keduanya. Hmm.. perjuangan dakwah memang bukan tema sembarangan. Perlu ilmu dan pemahaman luar biasa mencakup agama yang disebarluaskan, dan perlu kecerdasan luar biasa dalam memprediksi (atau mungkin mengangkat? kalau memang pernah) reaksi yang menjadi sasaran dakwah. Di novel ini, penuturan dakwah dikemas secara cantik karena daripada  menyitir banyak ayat dan membanjiri percakapan dengan deskripsi puitis quotable (khas bahasa fiksi Islami), ia lebih banyak mencontohkan dengan perbuatan disertai dialog-dialog cerdas.

"Kalau Mas jatuh sakit gimana? Siapa yang akan mengobati, Mas?"
"Kan ada kamu.. asisten dokter," candanya enteng.
"Tetapi manusia kan harus adil, termasuk adil kepada diri sendiri."
"Allah sudah memberikan kita banyak kesempatan untuk beribadah, Bunda... Apakah kita harus menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan?"

Tokoh yang too good too be true? Sepertinya itu memang sebuah keharusan. Terutama dari segi agama-pendidikan-pekerjaan-kesuksesan-kecerdasan anak. Memang mungkin ini dimaksudkan, supaya orang yang membaca jadi terinspirasi, dan termotivasi bahwa keluarga atau pernikahan yang ideal itu memang ada. Untungnya, hal itu tidak membuat jengah karena lembar demi lembar, semakin kita menyadari bahwa baik Riyan ataupun Syakilla, adalah manusia biasa, mereka tetap punya kelemahan, dan tetap punya potensi untuk tergoda imannya. Apalagi cobaan di dalam kisah mereka sungguh berat. Jadi, akhirnya pakem ke dua dan ke tiga terpatahkan.

Afifah Afra memang salah satu penulis fiksi favorit saya. Sehingga saat melihat nama beliau terpampang di sampul sebuah buku yang saya tidak sengaja temukan di bukabuku.com, saya tidak ragu lagi untuk membeli (dan waktu itu sedang ada diskon buku dari Mizan! hehe). Gaya penceritaan dan kisah yang beliau tuturkan di Annida, bacaan saya waktu SMP sampai kuliah itu, selalu menarik untuk diikuti. Selalu ada twist yang terbangun di dalamnya, yang memberi kesan semi mencekam. Khususnya di buku ini, saya berdebar-debar saat menyentuh bab - bab terakhir dan penasaran dengan penutupan kisahnya karena banyak kejutan justru di lembar-lembar itu. Sayang, karena menggantung, saya jadi tetap menebak-nebak hingga akhir!

Hmm.. untuk anda yang suka fiksi Islami, dan rindu dengan tulisan-tulisan seperti yang biasa anda temukan di Annida, saya rekomendasikan buku ini untuk anda.

"Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
telah berpadu dalam membela syari'at-Mu.
Kukuhkanlah ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahaya-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan keindahan bertawakal kepada-Mu.
Nyalakanlah hati kami dengan berma'rifat pada-Mu.
Matikanlah kami dengan syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. 
Ya Allah. Aamiin. 
Sampaikanlah kesejahteraan,ya Allah, pada junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya dan limpahkanlah pada mereka keselamatan."
(kutipan do'a Rabithah, diambil dari sini).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa komen ya :)