Minggu, 02 Agustus 2015

Koala Kumal by Raditya Dika

"Mau liat gue main gak?"
"Main?"
"Iya, main tombak."
"Uh, bo-boleh." Gue gak tahu harus menjawab apa lagi.
Deska memutar-mutar tombaknya di atas kepalanya. Dia lalu menarik tangannya ke belakang. Lalu dengan satu kali putaran, dia menusukkan tombak tersebut ke arah samping badan gue sambil berteriak, 'HIAAAAAT!'.
Anginnya sampai terasa di sisi lengan gue.
'Itu, buat cowok-cowok yang doyan selingkuh,' kata Deska. Raut mukanya keras. Gue menelan ludah.
Eits, gak se-psycho itu kok ini buku haha. Masih sama seperti sebelum-sebelumnya, Raditya Dika masih datang dengan membawa sebuah buku komedi segar yang lucu dan enak dibaca saat senggang (atau pas pikiran lagi mumet-mumetnya). Bedanya, kali ini, atau kalau saya hitung sih, sejak Marmut Merah Jambu, tulisan dia gak sekedar lucu doang. Tapi, sarat pelajaran hidup (cielah bahasa gue).


Terdiri atas beberapa bab dengan judul-judul nyeleneh, seperti "Jangwe di Atas Kepalaku", "LB", "Lebih Seram daripada Jurit Malam" dan "Patah Hati Terhebat", buku ini ringan banget dibaca kapan aja. Isinya masih sama. Lucu-lucuan juga. Gaya nulisnya masih blogger banget. Saya suka Raditya Dika sih. Soalnya materi dia segar, lucu dan smart. Di buku yang sebagian besar membahas tentang kejadian lucu patah hati Raditya Dika dari masa ke masa, kita bisa menemukan juga asal-usul kucing lucu bernama Morgannisa (ternyata nama aslinya bukan Morgannisa tapi...) di Serial Malam Minggu Miko, sekaligus gimana Malam Minggu Miko dibikin.
Lalu, pencerahan itu datang, sama kayak gym, sama kayak olahraga, kita akan bosan melakukan hal yang sama terus-menerus. Deska jadian sama Astra bukan karena dia lebih nyambung dengan Astra dibandingkan sama gue, melainkan karena Astra lebih baru daripada gue. Astra lebih baru. Gue lebih lama. Selalu, yang baru akan terlihat lebih baik daripada yang lama. - P68.
Selalu seru menyimak kisah janggal Raditya Dika dalam buku-bukunya. Kayak, kadang kita gak tau kalau ternyata kejadian sesedih atau sesadis apapun (patah hati mislnya) ternyata bisa dibikin bahan bercandaan. Satire banget emang. Tapi jadi cermin banget bahwa ketika kita bisa mentertawakan masa lalu yang satire itu dengan ringan, maka itu berarti kita sudah move on. Itulah pesan utama yang mau disampaikan Raditya Dika kayaknya. Bahwa patah hati itu gak apa-apa. Malah kalau mau, bisa diketawain gitu. Semuanya jadi pengalaman yang mendewasakan.
Kita akan selama-lamanya jadi orang yang lain, gara-gara satu patah hati kampret dalam hidup kita. Kecuali ada mantra sihir Harry Potter yang bisa membuat kita lupa sama itu semua. - P208.
Bab favorit saya di buku ini tentu aja "Patah Hati Terhebat". Dalem banget. Tokoh Trisna juga sangat "saya", makanya bisa related haha. Buat saya, buku Raditya Dika gak ada yang gak bagus. Cuma kalau yang ini, bagus banget. Selevel di atas Marmut Merah Jambu. Saya rekomendasiin banget buat yang doyan komedi bermutu, gak cuma Raditya Dika die hard fans doang ya, tapi buat semua yang suka bacaan segar sarat makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa komen ya :)